Mount Lawu Trip 9-10 Des 19
Senin, 24
Juni 2019
Ketika
sampai di sebuah persimpangan jalan yang membingungkan, aku melihat seorang
cowok muda berjanggut tipis memakai kopiah dan celana cingkrang sedang bertanya
kepada bapak yang mengangkut dagangan arah mana yang harus ditempuh menuju
puncak Gunung Lawu. Hhhmm dalam hatiku
langsung terjadi penyangkalan untuk tidak
beramah tamah dengan dengan cowok itu ketika melihat penampilannya. Tapi apa daya
akhirnya aku nimbrung juga dan bahkan mengajaknya
melewati jalan kiri yang lebih terjal namun lebih pendek supaya cepat sampai ke
puncak Lawu. Jadi kami berdua berjalan
bersama dan berkenalan, namanya mas Yogi dari Boyolali. Ia langsung bertanya aku
sama siapa dan aku bilang aku sendiri. Dan yang mengagetkan sertamerta ia bertanya,
“Suami mba ga ikut?”. Aku langsung terkesiap, pikirku, hhmm. baru ketemu udah tanya
suami aja sambil berpikir geli. Kujawab, ”Ga ikut”. Kami mengobrol dan ia
bercerita bahwa ia telah camping semalam dan ini adalah pertama kali ia ke
gunung. Wow aku bilang hebat sekali pertama kali ke gunung sendirian dan
berkemah pula. Ia pun seperti terkejut ketika mengetahui bahwa aku pergi
sendirian dan tektok. Melewati sedikit bukit akhirnya sampai juga kami di
puncak Lawu. Sambil mengucap syukur Alhamdullilah, senang sekali kami berdua
bersama2 sampai puncak, dan seketika itu juga terjadilah suatu keakraban yang
instan yang kurasakan antara kami berdua. Mungkin karena merasa senasib
sepenanggungan karena sama2 pendaki solo. Aku langsung mengajaknya berfoto bersama di
tugu puncak. Diapun kelihatan senang dan seketika bertanya bagaimana tukaran
fotonya, lantas aku bilang Whatsapp aja tapi ia bertanya Instagram ku. Walaupun
sedikit enggan akupun memberitahukan dan langsung ia catat di Hp nya. Aku pun
mencatat nomernya (aku juga senang karena dengan demikian aku akan terus
berteman dengannya dan bisa saling kontak haha). Setelah foto di tugu kami
berjalan ke ujung dan disanapun kami berfoto bersama. Aku kira kami akan turun bersama tapi ternyata
ia memutuskan untuk berkemah di puncak. Akhirnya kami berpisah. Aku mengambil
arah turun yang ternyata salah dan sempat membuatku panik karena jalan turun
menyempit dan berbatu2 bukan jalan yang tadi dilalui. Dari kejauhan di atas aku mendengar ia
memanggil namaku dan berkata hati-hati. Aku langsung bertanya apakah ini jalan
yang benar dan ia bilang sepertinya salah dan langsung aku kembali menuju ke
puncak lagi, Sempat aku terjatuh sedikit karena panic. Ketika diatas ia kembali
menghampiri aku dan memberitahukan jalan yang benar. Kamipun berpisah untuk kedua kalinya kali ini
aku langsung turun supaya cepat sampai ke basecamp kembali.
Itulah
sepenggal cerita pertemuanku dengan seorang pendaki yang akhirnya memang
menjadi teman baikku. Sepertinya aku merasa mempunyai keterikatan (bonding)
dengannya entah kenapa. Beberapa kali kami mengobrol dengan whatsapp. Ketika
aku mengatakan bahwa aku ingin ke Gunung Sindoro karena aku selalu kecanduan ke
gunung tiba2 ia memberi ide untuk
berangkat bersama. Ia bercerita ketika
di puncak ia bertemu dengan seorang cowok bernama Alam sesama pendaki solo
juga. Seketika ia menjalin persahabatan dengan cowok itu. Jadi ia mengajak
berkemah bersama dengan mas Alam juga. Aku langsung mau dan senang sekali
ketika ia mengajakku berkemah bertiga dengan mas Alam. Kami langsung menentukan tanggal karena
kesibukanku ikut kegiatan multisport (Marathon, Triathlon, Trail) aku yang
menentukan tanggal 2 Agustus. Ia pun excited dan langsung mengajak mas Alam
yang untungnya mau juga. Ia membuat WA Group untuk kami bertiga. Beberapa saat
kemudian ia mengatakan bahwa tiba2 ayahnya sakit stroke sehingga ia berkata
tidak bisa pergi ke Sindoro. Ya sudah pikirku, akhirnya rencana kami bertiga
batal.
Okt 2019
Puji Tuhan
apa yang aku inginkan dapat aku laksanakan. Aku bisa ke Gunung Sindoro dengan
seorang teman yang aku kenal di Palembang & Belitung Triathlon. Sepulangnya
dari Gunung Sindoro , saat di hotel Solo, aku bilang bahwa tgl 8 Desember aku
ada acara trail run di kaki gunung Lawu dan aku akan ke puncak Lawu lagi hari
berikutnya sendiri karena sudah tau jalan. Mas Yogi berkata, “Ikut dong mba aku
juga mau ke Lawu lagi.” Aku terkejut dan senang sekali sampai aku berkata, “
Serius mas?”. Dan ia kembali mengajak untuk camping bareng dan mengajak mas
Alam juga. Akupun menghubungi mas Alam dan senang sekali ketika ia mau diajak
camping ke Gn Lawu. Jadilah rencana kami untuk ke Lawu Senin 9 Des 19. Kembali
WA Group kami bertiga diaktifkan dan lucunya awalnya kami ngobrol sendiri2
dengan mas Alam tp kemudian baru ngobrol bertiga di group :D
9 Des 2019
Tibalah
harinya. Aku merasa excited sekaligus deg2an juga. Aku menginap di Hotel
Bintang Tawangmangu. Kami janjian bertiga sekitar jam 1. Tengah hari jam 12 mas
Alam sampai duluan di hotel. Kamipun berkenalan dan langsung terjalin
keakraban, mungkin karena kami sama2 anakgunung yang supel haha. Sedikit lama
menunggu mas Yogi yang datang terlambat dari waktu perkiraan kami sehingga
akupun sedikit khawatir dan mencoba telp tapi tidak aktif. Akhirnya mas Yogi
pun tiba. Mereka berdua langsung berpelukan dan tertawa senang reuni setelah 5 ½
bulan yang lalu mereka bertemu di puncak Lawu. Kami bertiga naik mobil Pajero
mas Alam menuju basecamp Cemoro Sewu setelah menitipkan motor mas Yogi di kantor polisi terdekat.
Jam 15.45
kami mulai berjalan. Di perjalanan kami bertemu pendaki lain yang berjalan
seorang diri. Ia ingin mengikuti kami karena katanya ia tidak bawah headlamp. Sepanjang
perjalanan aku merasa khawatir melihat mas Yogi yang cepat letih. Katanya ia
kurang tidur juga semalam. Aku merasakan perasaan sayang kepadanya selayaknya seorang
kakak terhadap adiknya. Tapi syukurlah kami sampai juga Pos demi Pos. Setelah Pos 3 kami sampai ke
mulut gua/ sumur Jolotundo. Sebelumnya mas Yogi pernah share mengenai
keberadaan gua ini yang terdapat mata
air dari staglamit dan juga menjadi tempat orang bertapa. Mas Alam menawarkan
apakah kami jadi mau masuk ke gua tersebut. Awalnya kami ragu karena sudah mau
tengah malam, waktu menunjukkan sekitar jam 23.00. “Terserah” kata kami semua,
tp serta merta mas Yogi menurunkan ranselnya dan itu berarti arahan bahwa ia
ingin masuk dan menjelajah gua tersebut. Sebelum masuk mas Alam memandu untuk
mengucapkan izin, akupun berdoa dalam hati walaupun sebenarnya aku takut juga
dan pengen nunggu di luar aja tapi rasa curiousity aku lebih unggul dan aku
merasa aman dengan mas Yogi dan mas Alam karena aku tahu mereka orang beriman
yang baik. Kami menjelajah gua yang gelap dan ternyata kami juga harus mencari
jalan masuk untuk turun yang lumayan dalam ke bawah sampai kami bertemu mata
air dari tetesan staglatit yang ditampung di sebuah tempat seperti ember
berbentuk persegi empat. Kami semua minum air tersebut sambil mencuci muka satu
persatu. Setelah itu kami pun keluar dari gua tersebut sambil mengucap syukur
bahwa kami diizinkan masuk dan merasakan air dari mata air murni gua Jolotundo.
(Bersambung}
Comments