Kehidupan adalah duka cita?

"Jangan2 kehidupan ini yang duka cita". Demikian komentar Sudjiwo Tedjo menanggapi ucapan duka cita atas korban kecelakaan Sriwijaya Air Januari 2021. 

Saya setuju dengan hal ini. Been thinking all this time that Life is a struggle. Hidup adalah suatu perjuangan. Such repeatation... Lahir, sekolah, bekerja, menikah, punya anak, sampai akhirnya kita meninggal. Bukankah meninggalkan dunia yang fana ini adalah suatu kebahagiaan dan suka cita? Dunia yang sudah tidak nyaman & aman untuk ditinggali yang penuh dengan kejahatan, penyakit dan orang2 sakit baik jiwa maupun fisik. Dengan meninggal menjadi bebas dari kewajiban, lepas dari sakit, lepas dari segalanya. Saya tidak pernah mengucapkan Selamat panjang umur bagi yang berulang tahun. Umur panjang adalah suatu penyiksaan. Umur manusia terlalu panjang dan lama. Seharusnya sampai umur 60 tahun saja. Saya ingat seorang teman baik yang menanggapi temannya yang bingung menjalani hidup ini, katanya sampai kapan kamu mau hidup? Apakah sampai umur 63 tahun seperti Nabi Muhammad SAW ? Ya saya merasa umur 63 sudah cukup, saya ingin meninggal sebelum umur 64 tahun. Ayah saya meninggal umur 64 tahun, beliau pun sudah ingin meninggalkan dunia ini ketika ia sakit. Saya bersyukur ia meninggal dengan damai. He died gracefully and peacefully. Saya juga bersyukur ketika sahabat saya meninggal setelah 2 minggu dirawat di RS. Dia telah berbahagia dan lepas dari sakit penyakitnya & kewajiban sebagai seorang pengusaha yang pusing mencari investor untuk perusahaan yang dirintisnya. Jadi memang hidup ini adalah sebuah duka cita. Hidup adalah suatu kegamangan. Aku ingin meninggalkan dunia ini secepatnya setelah semua urusan beres, namun jangan ada unfinish business. Too many people too many problems. Semakin banyak orang semakin banyak masalah & kepentingan. Dunia menjadi tempat yang tidak damai dan nyaman. Over populated, hectic, traffic. And the end no one died virgin because the world is so fuck up !