Posts

Showing posts from December, 2005
Aku bangun berdiri dan menyeka darah yang mengalir di hidungku, bajuku basah dengan darah. Semua orang tercengang. Aku sendiri juga merasa aneh dan tidak sedikitpun merasa sakit. Emosi masih menjalar ke seluruh tubuhku, tiada ketakutan yang kurasakan, melainkan kepuasan ketika berhasil menonjoknya tepat di muka. Oh Tuhan, maafkan anakmu yang durhaka ini. Adrian mengambil keputusan untuk membawaku ke Dokter. Kejadian 17 tahun yang lalu ini, menorehkan luka yang dalam untukku. Lucunya, aku tidak berhasil mengingat Dokter mana yang memeriksaku, apakah di RS Sumber Waras ? Aku menjalani foto x-ray untuk mengetahui apakah tulang hidungku patah, untunglah puji Tuhan hidungku tidak patah. Kepada semua orang, kami mengatakan bahwa aku terjatuh pada saat lari atau naik sepeda. Hanya kepada teman-teman baikku aku mengatakan yang sebenarnya. Ketika masuk sekolah, mukaku masih terlihat sedikit lebam. Aku hanya tersenyum-senyum jika ditanya teman-teman. Keesokan harinya setelah kejadian itu, aku me...
Ketika melihat 2 buah koper itu, hidungku terasa perih, air mata mulai menggenang sedikit di tepi mataku, betapa sedih hatiku mendengarnya. Bahkan ketika setiap kali aku mengingatnya, aku seperti ingin menangis. Betapa tidak beruntung nasibnya. Apakah itu pilihan yang diambilnya sehingga ia mengalami ini semua. Kata Andre, selain takdir, hidup ini adalah pilihan. Aku masih tidak dapat berpikir jernih, semua ini terasa bias. Kekecewaan yang berlarut setiap tahun dialami oleh Ibu, dari soal warisan, hingga hal ini terjadi. Oh Tuhan, bahkan ketika menulis ini, air mataku terurai deras, betapa cengengnya diriku. Konflik kepentingan yang terjadi di rumah itu juga menyesakkan dadaku. Semuanya sangat complicated (penuh komplikasi). Ketika rencana pernikahan didengungkan dari beberapa bulan sebelumnya, bukannya kegembiraan yang kurasakan, melainkan hanya suatu harapan yang apatis. Undangan telah dikirim 1 bulan sebelum hari H. Sampai menjelang hari H aku hanya berserah dan tetap mengimani (kee...
Setelah selesai bermain cat, Jelita mengambil sekotak mainan Hamtaro dan mengatakan bahwa ia menginginkan mainan itu. Aku bilang, tidak Jelita, karena harganya sangat mahal, 400 ribu, aku tidak sanggup membelinya. Dengan muka galaknya, ia tetap bersikukuh memegang kotak mainan itu. Aku merasa tidak nyaman seakan2 penjaga toko melihat ke arah kami terus. Ketika kutanyakan apakah ada potongan harga, penjaga toko menunjukkan kotak mainan hamtaro lainnya yang mendapat potongan harga sehingga menjadi 200 ribu. Teringatku ketika di C4, Jelita menginginkan mainan rumah2an dan ia mengerti ketika dikatakan tidak boleh membelinya. Kupikir, apa salahnya karena ini hari Natal. Jadi aku mengembalikan playhouse yang sudah aku bayar dan menambah 100 ribu untuk mainan hamtaro. Sesampainya di rumah, Jelita membuka kotak mainan tersebut, ternyata hanya seperangkat rumah-rumahan (play land) hamtaro, tanpa ada hamsternya. Betapa kaget aku membeli mahal-mahal, Jelitapun mengatakan bahwa bapaknya (penjaga t...