Setelah selesai bermain cat, Jelita mengambil sekotak mainan Hamtaro dan mengatakan bahwa ia menginginkan mainan itu. Aku bilang, tidak Jelita, karena harganya sangat mahal, 400 ribu, aku tidak sanggup membelinya. Dengan muka galaknya, ia tetap bersikukuh memegang kotak mainan itu. Aku merasa tidak nyaman seakan2 penjaga toko melihat ke arah kami terus. Ketika kutanyakan apakah ada potongan harga, penjaga toko menunjukkan kotak mainan hamtaro lainnya yang mendapat potongan harga sehingga menjadi 200 ribu. Teringatku ketika di C4, Jelita menginginkan mainan rumah2an dan ia mengerti ketika dikatakan tidak boleh membelinya. Kupikir, apa salahnya karena ini hari Natal. Jadi aku mengembalikan playhouse yang sudah aku bayar dan menambah 100 ribu untuk mainan hamtaro.
Sesampainya di rumah, Jelita membuka kotak mainan tersebut, ternyata hanya seperangkat rumah-rumahan (play land) hamtaro, tanpa ada hamsternya. Betapa kaget aku membeli mahal-mahal, Jelitapun mengatakan bahwa bapaknya (penjaga toko) ngaco, masa mahal-mahal tidak ada tikusnya. Tidak seperti di gambar kardusnya banyak hamsternya. Langsung aku kembali ke toko mainan itu, dan mengatakan bahwa kalau memang tidak ada hamsternya, aku akan menukarnya kembali. Kamipun memilih mainan apa yang akan kami tukar. Akhirnya kuambil kembali playhouse dan play-dooh ice cream tuti-frutti yang sudah mendapat potongan harga 50%.
Kemarin aku terperangah untuk kesekian kalinya melihat kecerdasan Jelita. Ia sudah dapat menulis huruf A sampai dengan J, dan huruf lainnya. Hanya sebagian kecil huruf yang belum diingatnya seperti K dan R. Ia menuliskannya tanpa melihat contoh huruf2 itu. Aku selalu berpikir kecerdasannya didapat dari kakek buyutnya yang seorang guru. Di keluargaku, tidak ada satupun yang menonjol dalam hal kecerdasan. Aku tidak pernah menganggap bahwa Jelita pintar, aku pikir semua anak bisa kalau diberi kesempatan dalam hal ini diajar dan diberi pendidikan dan keterampilan.
Lihatlah Jelita ketika berumur 2 tahun lebih dapat menyelesaikan puzzle yang banyak. Sekarang Angie juga mahir. Jadi setiap anak pasti bisa cepat atau lambat, bukan suatu hal yang istimewa. Namun aku tetap bangga karena Jelita cepat bisa kalau diajari (quick learner). Pada umur 3 tahun sudah bisa renang dengan arm floating di kolam besar. Angie pun bisa, hanya soal keberanian dan kepercayaan diri saja.
Yang sangat aku syukuri dalam hidup ini, adalah mempunyai anak yang sempurna. Ketika kakakku selalu berkata bahwa ketika hamil mereka berdoa agar diberi anak yang cantik, tidak demikian dengan aku. Tidak pernah aku minta anak cantik, yang penting sehat sempurna. Namun Tuhan memberikan bonus lebih kepada aku. Bagaimana mungkin kita meminta menjadi seseorang yang rupawan, sedangkan disekitar kita bnayak anak-anak yang dilahirkan cacat dan sakit. Sangat sedih membayangkan itu semua.
Suatu hari di gereja kami kedatangan tamu dari Yayasan Pelangi yang memberikan pengobatan dan operasi bagi anak dan orang cacat, kanker muka, sumbing dsb. Kami diberikan brosur dengan gambar anak-anak yang dioperasi sebelum dan sesudah. Paling tidak aku semakin bangga menjadi seorang Katolik, dimana masih ada segelintir orang yang memberi tanpa pamrih, baik dokter, pengurus yayasan maupun para donatur.
Bagaimanapun juga, betapa beruntungnya anak-anak yang dirawat di panti asuhan. Mereka diberi pendidikan, sandang, pangan, papan tanpa kekurangan. Mungkin hanya kasih sayang dari orang tua yang tidak mereka dapatkan, namun kasih sayang dari pengurus panti juga harus disyukuri.
Bandingkan dengan anak-anak jalanan walaupun mereka bisa mendapatkan uang puluhan ribu sehari, tetapi mereka dieksploitasi oleh orang tua yang tidak bertanggung jawab dan mereka tidak dapat menikmati hasil jerih payah mereka sendiri. Betapa letihnya harus meminta-minta seharian di bawah terik matahari, kadang hujan, menggendong bayi/batita. Aku menyiapkan sekotak susu dan wafer untuk aku bagikan kepada mereka. Wajah mereka yang menurut Andre sudah dilatih sedemikian rupa, sehingga tidak menampakkan bahkan setitik keceriaan dan kebahagiaan ketika mendapatkan uang ataupun kudapan dari orang lain. Ucapan terima kasih pun tidak, seakan-akan mereka memang berhak /deserve mendapatkan itu semua. Pernah aku memberikan 1 bungkus Regal kepada seorang anak jalanan, kupikir ia akan membaginya dengan teman-temannya, namun ternyata ia menyembunyikannya dan tidak mau membaginya, sehingga mereka rebutan. Sejak itu aku siapkan saja kudapan2 ukuran kecil untuk dibagikan. Aku tidak pernah mau memberikan uang biar sesenpun juga, karena orang tua mereka yang malas. Mereka memilih menjadi pengemis karena mendapat banyak alih2 menjadi pembantu dengan gaji 300ribu sebulan. Kalau pengemis bisa dapat 40.000 sehari. I don't mind donate hundreds thousand even million if collected, which I do, for Panti Asuhan yg jelas or Yayasan yang jelas2 real bantuannya helping ppl.
Sesampainya di rumah, Jelita membuka kotak mainan tersebut, ternyata hanya seperangkat rumah-rumahan (play land) hamtaro, tanpa ada hamsternya. Betapa kaget aku membeli mahal-mahal, Jelitapun mengatakan bahwa bapaknya (penjaga toko) ngaco, masa mahal-mahal tidak ada tikusnya. Tidak seperti di gambar kardusnya banyak hamsternya. Langsung aku kembali ke toko mainan itu, dan mengatakan bahwa kalau memang tidak ada hamsternya, aku akan menukarnya kembali. Kamipun memilih mainan apa yang akan kami tukar. Akhirnya kuambil kembali playhouse dan play-dooh ice cream tuti-frutti yang sudah mendapat potongan harga 50%.
Kemarin aku terperangah untuk kesekian kalinya melihat kecerdasan Jelita. Ia sudah dapat menulis huruf A sampai dengan J, dan huruf lainnya. Hanya sebagian kecil huruf yang belum diingatnya seperti K dan R. Ia menuliskannya tanpa melihat contoh huruf2 itu. Aku selalu berpikir kecerdasannya didapat dari kakek buyutnya yang seorang guru. Di keluargaku, tidak ada satupun yang menonjol dalam hal kecerdasan. Aku tidak pernah menganggap bahwa Jelita pintar, aku pikir semua anak bisa kalau diberi kesempatan dalam hal ini diajar dan diberi pendidikan dan keterampilan.
Lihatlah Jelita ketika berumur 2 tahun lebih dapat menyelesaikan puzzle yang banyak. Sekarang Angie juga mahir. Jadi setiap anak pasti bisa cepat atau lambat, bukan suatu hal yang istimewa. Namun aku tetap bangga karena Jelita cepat bisa kalau diajari (quick learner). Pada umur 3 tahun sudah bisa renang dengan arm floating di kolam besar. Angie pun bisa, hanya soal keberanian dan kepercayaan diri saja.
Yang sangat aku syukuri dalam hidup ini, adalah mempunyai anak yang sempurna. Ketika kakakku selalu berkata bahwa ketika hamil mereka berdoa agar diberi anak yang cantik, tidak demikian dengan aku. Tidak pernah aku minta anak cantik, yang penting sehat sempurna. Namun Tuhan memberikan bonus lebih kepada aku. Bagaimana mungkin kita meminta menjadi seseorang yang rupawan, sedangkan disekitar kita bnayak anak-anak yang dilahirkan cacat dan sakit. Sangat sedih membayangkan itu semua.
Suatu hari di gereja kami kedatangan tamu dari Yayasan Pelangi yang memberikan pengobatan dan operasi bagi anak dan orang cacat, kanker muka, sumbing dsb. Kami diberikan brosur dengan gambar anak-anak yang dioperasi sebelum dan sesudah. Paling tidak aku semakin bangga menjadi seorang Katolik, dimana masih ada segelintir orang yang memberi tanpa pamrih, baik dokter, pengurus yayasan maupun para donatur.
Bagaimanapun juga, betapa beruntungnya anak-anak yang dirawat di panti asuhan. Mereka diberi pendidikan, sandang, pangan, papan tanpa kekurangan. Mungkin hanya kasih sayang dari orang tua yang tidak mereka dapatkan, namun kasih sayang dari pengurus panti juga harus disyukuri.
Bandingkan dengan anak-anak jalanan walaupun mereka bisa mendapatkan uang puluhan ribu sehari, tetapi mereka dieksploitasi oleh orang tua yang tidak bertanggung jawab dan mereka tidak dapat menikmati hasil jerih payah mereka sendiri. Betapa letihnya harus meminta-minta seharian di bawah terik matahari, kadang hujan, menggendong bayi/batita. Aku menyiapkan sekotak susu dan wafer untuk aku bagikan kepada mereka. Wajah mereka yang menurut Andre sudah dilatih sedemikian rupa, sehingga tidak menampakkan bahkan setitik keceriaan dan kebahagiaan ketika mendapatkan uang ataupun kudapan dari orang lain. Ucapan terima kasih pun tidak, seakan-akan mereka memang berhak /deserve mendapatkan itu semua. Pernah aku memberikan 1 bungkus Regal kepada seorang anak jalanan, kupikir ia akan membaginya dengan teman-temannya, namun ternyata ia menyembunyikannya dan tidak mau membaginya, sehingga mereka rebutan. Sejak itu aku siapkan saja kudapan2 ukuran kecil untuk dibagikan. Aku tidak pernah mau memberikan uang biar sesenpun juga, karena orang tua mereka yang malas. Mereka memilih menjadi pengemis karena mendapat banyak alih2 menjadi pembantu dengan gaji 300ribu sebulan. Kalau pengemis bisa dapat 40.000 sehari. I don't mind donate hundreds thousand even million if collected, which I do, for Panti Asuhan yg jelas or Yayasan yang jelas2 real bantuannya helping ppl.
Comments