Ketika melihat 2 buah koper itu, hidungku terasa perih, air mata mulai menggenang sedikit di tepi mataku, betapa sedih hatiku mendengarnya. Bahkan ketika setiap kali aku mengingatnya, aku seperti ingin menangis. Betapa tidak beruntung nasibnya. Apakah itu pilihan yang diambilnya sehingga ia mengalami ini semua. Kata Andre, selain takdir, hidup ini adalah pilihan. Aku masih tidak dapat berpikir jernih, semua ini terasa bias.
Kekecewaan yang berlarut setiap tahun dialami oleh Ibu, dari soal warisan, hingga hal ini terjadi. Oh Tuhan, bahkan ketika menulis ini, air mataku terurai deras, betapa cengengnya diriku. Konflik kepentingan yang terjadi di rumah itu juga menyesakkan dadaku. Semuanya sangat complicated (penuh komplikasi).

Ketika rencana pernikahan didengungkan dari beberapa bulan sebelumnya, bukannya kegembiraan yang kurasakan, melainkan hanya suatu harapan yang apatis. Undangan telah dikirim 1 bulan sebelum hari H. Sampai menjelang hari H aku hanya berserah dan tetap mengimani (keep in faith). Sampai terjadilah hari yang istimewa itu. Kami semua dress-up, bahagia dan Adrian mengatakan bahwa Ibu sudah lega karena semua anaknya sudah menikah.
Ketika keesokan harinya aku melihat wajah sang mempelai, bukannya kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya, melainkan ketegangan dan kekhawatiran, walaupun ia sempat juga tersenyum dan tertawa. Lagi-lagi aku berserah, dan tetap mengimani bahwa ini semua kehendak Tuhan (God’s will).

Keanehan-keanehan semakin terjadi, tersiar kabar yang tidak mengenakkan. Puncaknya terjadi minggu-minggu setelah kepulangan Andy. Jika di hati setiap orang masih tersirat harapan biarpun secuil juga, aku merasakan tingkat pesimisme yang tinggi. Lima bulan telah berlalu dari hari istimewa itu, semua patah arang, nasi sudah menjadi bubur, dan tidak ada lagi yang dapat dilakukan oleh kami semua. Adrian mengingatkan kalau Bapak masih ada, ini semua tidak akan terjadi.

Andre mengatakan bahwa Maharani telah menggali lubangnya sendiri. Ketergantungan tingkat tinggi (mother dependency complex), sampai kapan ini akan terjadi terus menerus. Minggu lalu, lagi-lagi aku harus mendengar kabar buruk, penyakitnya kambuh lagi. Semakin sedih hatiku, seperti ditusuk tombak yang menohok dadaku. Lagi-lagi Ibu harus mengalami ini semua, mengetahui penyakit putrinya kambuh. Tidak dapat kubayangkan penderitaannya. Ibu bilang ia sudah menangis darah kalau bisa dan sangat shock menghadapi kejadian yang menimpanya.

Andri telah memberitahu rahasia yang diceritakan Ibu. Ternyata Ibu bukanlah wanita super yang aku bayangkan. Ia memang tabah dan kuat, tapi ia juga telah mengajukan ketidaksanggupan untuk hidup terus bersama Bapak, entah beberapa puluh tahun yang lalu. Pertama Bapak tidak menyetujuinya. Namun ketika akhirnya Bapak menyetujui perceraian itu, Ibu mundur dan tidak siap menghadapinya. Entah faktor apa yang membuatnya tetap bertahan. Pikirku adalah ia tidak mau semua anak nenek berakhir pada perceraian, tetapi bukan itu, Ibu sudah mengatakan kepada Nenek dan Nenek menyerahkan semua keputusan pada Ibu. Jadi bukan masalah menjaga nama baik keluarga. Mungkin keutuhan keluarga, demi anak-anak, hanya Ibu yang tahu. Ia selalu menekankan apapun juga yang terjadi ia akan tetap menjaga keutuhan keluarga.

Comments

Popular posts from this blog

Derawan island hopping 16-19 Okt 2014

Feel lucky

Coast to Mountain CTC to MERBABU 3.145 Mdpl via Suwanting Jawa Tengah